Seperti biasa secangkir kopi dan sebatang rokok selalu menamaniku dalam kesendirian. Ku lewati malam ini dengan pertanyaan yang selalu aku tak mampu untuk menjawabnya. ”adakah cinta untukku untuk esok hari?"
Aku tak tau harus mengawali jawaban pertanyaaku itu dari mana! Sampai saat ini pertanyaan itu seperti sindrom yang membuatku sesak setiap pertanya itu muncul di kepalaku.
Puluhan batang rokok yang menggunung menghiasi asbak di pojok meja kerjaku yang kuhisap malam ini. Demikian juga dengan berpuluh-puluh lubang yang mulai setia dengan paru-paruku. Entahlah bagiku rokok adalah sahabat bagi kesendirianku.
Aku mencoba melawan sisa-sisa dingin hujan sore tadi. Masih saja aku berpeluk lutut disini, disudut pembaringan di depan jendela kamarku yang kusennya sudah mulai melapuk. Perlahan aku bringsut dan membaringkan tubuhku, menarik selimut hingga ke dagu. Semoga Tuhan masih berbaik hati malam ini, dan mempertemukan kita, meski hanya sebatas mimpi.
Aku tak tau harus mengawali jawaban pertanyaaku itu dari mana! Sampai saat ini pertanyaan itu seperti sindrom yang membuatku sesak setiap pertanya itu muncul di kepalaku.
Puluhan batang rokok yang menggunung menghiasi asbak di pojok meja kerjaku yang kuhisap malam ini. Demikian juga dengan berpuluh-puluh lubang yang mulai setia dengan paru-paruku. Entahlah bagiku rokok adalah sahabat bagi kesendirianku.
Aku mencoba melawan sisa-sisa dingin hujan sore tadi. Masih saja aku berpeluk lutut disini, disudut pembaringan di depan jendela kamarku yang kusennya sudah mulai melapuk. Perlahan aku bringsut dan membaringkan tubuhku, menarik selimut hingga ke dagu. Semoga Tuhan masih berbaik hati malam ini, dan mempertemukan kita, meski hanya sebatas mimpi.